Mediatransnusa.com – Bandung – Gembar gembor soal defisit anggaran Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat menjadi perbincangan dimana-mana. Defisit anggaran di KBB ini ternyata menjadi catatan sejarah yang berulang, alias bukan kali ini saja terjadinya hal seperti ini, bahkan status usia 15 tahun KBB pun pernah mengalami tiga kali disclaimer.
Penilaian “disclaimer opinion” dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Pemda) KBB pernah terjadi pada tahun 2009 yang lalu.
Buruknya predikat pada saat 2009 yang diterima KBB menjadi tanggungjawab SKPD dan Sekretaris Daerah (Sekda) selaku pengguna anggaran sehingga perlu adanya evaluasi para kepala SKPD saat itu, lalu apa bedanya dengan sekarang ini.
Banyak tokoh dan beberapa kalangan di KBB yang membenarkan terkait hal tersebut, bahkan hal ini menurut mereka bukan merupakan kejadian hal yang aneh, karena seringnya terjadi status defisit anggaran.
Mengingat sejak berdiri KBB hingga 15 tahun ini, sudah berulang mengalami defisit. Bahkan KBB pernah mengalami disclaimer tiga kali berturut – turut.
Dan banyak pihak yang menyayangkan karena kondisi ini kembali dilempar ke ruang publik dengan narasi yang sama yaitu “KBB Kekurangan Anggaran”.
Harap-harap cemas juga tengah dirasakan oleh ribuan tenaga kerja kontrak (TKK) Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat (KBB), pasalnya pemerintah berencana merumahkan mereka pada Oktober 2022. Wacana tersebut berangkat dari defisit anggaran yang tengah dialami Pemkab Bandung Barat, APBD tahun ini hanya mampu membiayai TKK sampai September 2022 saja.
Sekretaris Daerah KBB Asep Sodikin mengatakan, hasil dari kajian Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bapelitbangda) KBB menyatakan keterbatasan anggaran ini berimbas pada honorarium TKK tidak bisa full 12 bulan bulan hingga akhir tahun ini.
“Pemkab Bandung Barat masih mencari formula demi bisa menutup defisit anggaran setidaknya hingga pengesahan APBD Perubahan. Di awal 2022, Pemkab Bandung Barat sempat membuat skenario untuk memangkas besaran gaji para tenaga honorer agar anggarannya cukup hingga satu tahun penuh. Namun kebijakan tersebut akhirnya dibatalkan karena desakan para tenaga honorer yang menolak untuk pemangkasan upah. Saat ini, kekurangan anggaran yang 3 bulan itu masih dicari dan itu sekali lagi disebabkan karena terbatasnya anggaran,” ucap Asep.
Pemda Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengalami defisit anggaran sehingga berdampak kepada berbagai program kegiatan dan pembangunan, tertunda. Bahkan kondisi itu juga berimbas kepada gaji tenaga honorer yang hanya teranggarkan sembilan bulan.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD KBB Bagja Setiawan mengatakan, krisis keuangan yang dialami Pemda KBB terjadi dalam tiga tahun terakhir secara terus menerus. Pandemi Covid-19 jadi salah satu pemicu sehingga membuat Pemda harus melakukan refocusing APBD.
Kemudian ada pengurangan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pusat kemudian ada koreksi Dana Bagi Hasil (DBH) dari provinsi pada 2020. Pada 2021, kondisi keuangan tidak kunjung membaik, sehingga membuat Dana Alokasi Umum (DAU) untuk KBB dikurangi 4 persen.
“Penyebab anggaran defisit adalah karena sejumlah faktor itu, serta ada juga pergeseran DAU 8 persen untuk penanganan Covid-19 serta koreksi DBH dari Pemprov Jabar,” kata Ketua Banggar DPD KBB, Jumat (29/7/2022).
Bagja Setiawan menyatakan, kondisi itu diperburuk dengan kinerja Pemda KBB yang menurutnya kurang cermat dalam membuat perencanaan anggaran. Contohnya dalam perencanaan APBD tahun ini diasumsikan ada potensi penambahan anggaran untuk gaji PPPK sebesar Rp100 miliar dari DAU.
Namun pada kenyataannya DAU dari pemerintah pusat tersebut tidak turun. Sehingga otomatis dalam perjalanannya hal tersebut harus dicover oleh APBD. Padahal realisasi pendapatan asli daerah (PAD) selama pandemi Covid-19 tidak maksimal, terutama dari sektor pariwisata yang selama ini jadi andalan.
“Bisa dikatakan Pemda kurang cermat dalam perencanaan. Komunikasi yang kurang, koordinasi dengan pemerintah di atasnya juga tidak berjalan baik. Karena itu, SKPD seharusnya bisa membuat skala prioritas belanja mana yang harus segera direalisasikan dan mana yang bisa ditangguhkan. Itu sebagai upaya pengendalian yang dilakukan untuk menutup defisit. Sekaligus menaikan potensi pendapatan di sisa akhir tahun berjalan ini”, ujar Bagja.
“Ini jadi pelajaran buat kita ke depan dan mudah mudahan di 2023 tidak terjadi lagi. Makanya DPRD dan Pemda KBB akan duduk bersama membahas permasalahan keuangan ini,” pungkasnya.
Alami Defisit Anggaran, Realisasi Belanja Pemda KBB Terendah di Jawa Barat
Pemda Kabupaten Bandung Barat (KBB) harus bekerja keras memulihkan ekonominya yang saat ini mengalami defisit anggaran. Pasalnya, realisasi belanja KBB baru terealisasi sebesar 3,77 %, sehingga KBB tertinggal jauh dari realisasi belanja kabupaten/kota di Bandung Raya yang rata-rata sudah mencapai 20 persen.
“Defisitnya anggaran jadi pekerjaan berat buat Pemda KBB yang menargetkan bisa mewujudkan Ekonomi Bandung Barat Kuat di 2030,” kata Ketua Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distribusi Indonesia (Ardin), KBB, Abdul Rohman Nasution, Kamis (14/7/2022).
Dia menyebutkan, saat ini realisasi belanja Pemda KBB disebut-sebut masih terendah di Jawa Barat. Ini dikarenakan selama triwulan I tahun 2022, realisasi belanjanya baru sebesar 3,77 %. Selain itu, masih adanya dana mengendap di bank harus segera direalisasikan untuk program pembangunan. Kondisi keuangan daerah memiliki peran krusial dalam menentukan arah pemerintah daerah. Itu juga merupakan indikator kemampuan suatu daerah dalam mengelola rumah tangganya. Tanpa biaya yang cukup maka dalam melaksanakan fungsinya tidak akan efektif dan efisien untuk memberikan pelayanan publik dan pembangunan daerah.
“Dana yang mengendap di bank harus segera direalisasikan untuk program pembangunan yang sudah direncanakan, jangan berharap menunggu bunga untuk menambah penerimaan asli daerah,” kata dia.
Menurutnya dalam dua tahun terakhir, yakni tahun 2021 dan 2022, APBD KBB mengalami defisit. Hal itu terjadi lantaran jumlah pendapatan daerah lebih rendah dari nilai rencana belanja daerah. Dilihat dari segi pendapatan daerah di APBD Tahun 2022 yang mencapai Rp2,913 triliun, naik sekitar Rp120 miliar dibandingkan tahun 2021 yang hanya Rp2,782 triliun.
Sementara dalam hal belanja daerah, lanjut dia, proyeksi penurunan belanja daerah hanya sekitar Rp50 miliar dari tahun sebelumnya. Kemudian pada anggaran belanja barang dan jasa pada sektor belanja operasi tahun 2022 terjadi peningkatan sekitar Rp260 miliar. Semestinya peningkatan itu dapat berkontribusi positif dalam meningkatkan daya beli masyarakat. “Kami melihat Pemda KBB harus segera melaksanakan percepatan belanja daerah. Plt Bupati Bandung Barat sebagai nahkoda di KBB, harus mau dan bisa bersikap inklusif dengan merangkul seluruh elemen yang ada,” ucapnya.
Agus Jaya Sudrajat selaku Pengamat Sosial dan Kebijakan Pemerintah mengomentari hal ini. menurutnya, padahal biasanya ketika Pemda mengalami defisit, para pemangku jabatan seharusnya sibuk mencari solusinya agar keuangan bisa stabil kembali.
Selain itu, Agus Jaya pun bertanya, katanya defisit, tapi kok di postur anggaran KBB tidak mencerminkan dalam kondisi defisit?.
“Proses pembahasan anggaran ini tepatnya berada pada eksekutif dan legislatif, tepatnya berada pada tanggungjawab Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran (Banggar DPRD)”, Kata Agus Jaya.
Masih kata dia, dengan kondisi defisit saat ini, ada juga kabar bahwa kebutuhan Bupati akan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) sebagai sarana penyampaian aspirasi Bupati langsung kepada masyarakat tidak ada, dan terpangkas langsung oleh kebutuhan pokir dan lainnya.
Menurutnya, kalau memang serius mau mengatasi defisit tahun 2022 ini, dahulukan saja yang prioritas, dan tunda yang masih bisa di tunda, seperti anggaran pokir, anggaran hibah, anggaran visi misi, anggaran perangkat daerah, pangkas saja anggaran tersebut, hal itu bisa sedikit menjadi solusi dalam menanggulangi anggaran defisit.
“Kenapa Plt Bupati dan para Pejabat tinggi disana tidak merasa malu?, bahkan berani melempar persoalan defisit ke ruang publik, karena memang defisit tidak pernah menjadi masalah hukum, padahal kalau didalami, dicermati dan diperiksa atau diselidiki, ini jadi sangat rentan menjadi masalah, itu kalau kita dalami akar masalah kenapa terjadinya defisit anggaran yang sangat besar,” ujar Agus jaya.
“Selama 15 tahun berdirinya KBB selalu disugguhi drama-drama yang tidak enak ditonton, padahal KPK sudah dua kali turun dan menjerat pejabat tinggi di KBB”, lanjutnya.
Agus Jaya melanjutkan, secara normatif yang dimaksud defisit anggaran ini adalah merupakan kebijakan fiskal dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah, sehingga dalam postur APBD tampak terdapat selisih kurang antara pos Pendapatan Daerah dengan Belanja Daerah.
“Demi mewujudkan anggaran berimbang, maka dalam pos pembiayaan ditentukan nilai angka yang besarannya sama dengan besaran selisih kurang itu, yang menunjukan upaya daerah untuk mengatasi defisit anggaran ini”, lanjutnya.
Agus Jaya yang juga selaku Kepala Bidang Media dan Komunikasi di Badan Penelitian Aset Negara (BPAN) DPD Jawa Barat, menyebutkan bahwa isu krusial yang muncul di KBB tampak bukan defisit dalam arti seperti diatas, akan tetapi lebih kepada persoalan teknis yang menunjukan kinerja dari Pemerintah Daerah (Pemda) KBB dalam mengelola keuangan daerah.
“Apakah makna defisit ini berada dalam konteks realisasi anggaran yang tidak sesuai dengan target yang ditentukan. Apa dalam artinya secara teknis bahwa posisi las atau dana yang ada di Kas Umum Daerah (BJB) tidak mencukupi untuk membiayai belanja daerah sesuai dengan satuan waktu yang ditentukan sebagaimana ditetapkan pada APBD 2022 yang diperinci lebih jauh dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) masing-masing SKPD (Setda/Dinas/Badan)?”, tuturnya.
Hal ini terjadi karena di ruang terbatas muncul isu yang cukup menggelitik, yaitu dalam kondisi apapun program DPRD terkesan tidak boleh diganggu.
Sementara ini, Plt Bupati Hengky Kurniawan yang katanya berkarakter blak-blakan ini sering menyampaikan statemen di media, dan sering memunculkan ungkapan ‘jangan ada dusta diantara kita’, yang dimana kata-kata itu bersayap dan penuh makna.
Dan diharapkan, kedua lembaga (DPRD dan Pemda KBB) harus responsif melalui peran Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin Sekretaris Daerah (Sekda), untuk fokus dan memperlihatkan sinergitas.
Mengingat TAPD yang terdiri dari pimpinan SKPD yang berperan diwilayah strategis merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, dan mereka wajib menghindari upaya tertentu yang bersifat personal.
Begitupun halnya dengan DPRD melalui Alat Kelengkapan Dewan (AKD) baik komisi maupun Badan Anggaran dalam menjalankan fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan untuk mengambil langkah konkrit bersama TAPD.
Hingga kini beredar info yang dapat dipertanggungjawabkan bahwa kondisi keuangan Daerah KBB cukup mengkhawatirkan. Kata kuncinya kedua belah pihak memiliki ‘Sense of Crisis’.
Agus Jaya pun bertanya, apakah ada yang salah dalam mengelola anggaran?. Apakah mereka para petinggi yang berada di eksekutif dan legislatif KBB gak benar mengelola anggaran?, ataukah gak becus dalam mengelola anggaran?.
“Jangan memunculkan persepsi negatif dari masyarakat dalam defisit anggaran ini, jangan membuat masyarakat menilai bahwa para pejabat, mulai dari Plt Bupati, Sekda, Eselon dua (para Kadis), anggota Dewan beserta jajaran Direksi yang berada di berbagai BUMD yang berada di KBB sudah tidak mampu mengelola anggaran dan menjalankan tugasnya, sudah tidak bisa amanah dan berbagai penilaian miring lainnya”, pungkas Agus Jaya. (Red)